6 Cara Healing dari Burnout dan Stress Kerja, Sudah Coba?
Date: 1 March 2022
Author: Doddy Dwi Wahyuwono
Dewasa ini muncul istilah healing yang populer di media sosial. Istilah healing ini umumnya digunakan oleh para pekerja muda yang merasa jenuh, kelelahan, stress, hingga burnout dari pekerjaannya.
Healing seringkali merujuk pada rehat sejenak dan berkonotasi pada kesehatan mental, batin, serta jiwa.
Meskipun tujuan healing umumnya baik, namun healing yang salah justru bisa jadi menghasilkan sesuatu yang kontradiktif. Alih-alih dapat segar dan kembali pulih, kamu bisa jadi malah hanya lari dari masalahmu saja.
Jadi seperti apa cara healing yang tepat yang bisa kamu terapkan untuk pulih dari burnout dan stress kerja?
Yuk, coba 6 cara healing dari burnout dan stress kerja berikut.
6 Cara Healing dari Burnout dan Stress Kerja
- Kenali penyebab burnout dan stress kerja
- Coba terapkan pola hidup yang lebih seimbang
- Praktikkan meditasi
- Sisihkan waktu untuk diri sendiri atau bersama orang yang kita anggap penting
- Pikirkan ulang apa yang menjadi nilai dan prioritas di hidupmu
- Belajar untuk berdamai
Kenali penyebab burnout dan stress kerja
Burnout dan stress kerja tidak datang dengan sendirinya. Pasti ada satu atau lain hal yang memicu munculnya fenomena tersebut.
Dan, jika kamu merasa burnout dan stress kerjamu pertama-tama dapat diselesaikan dengan melakukan plesir, mungkin kamu sudah mengambil langkah yang salah.
Pasalnya, mungkin setelah liburan, rasa burnout dan stressmu akan sedikit mereda. Namun, tidak menutup kemungkinan kalau kedua hal tersebut akan kembali menghantuimu lagi.
Alasannya sederhana. Mungkin kamu belum mengenali penybebab burnout dan stress kerja yang ada, sehingga kamu tidak terpikirkan solusi yang mampu mengatasi akar penyebab masalah tersebut.
Karenanya, sangat penting bagimu untuk mengenali penyebab burnout dan stress kerjamu.
Jika kamu tidak dapat mengenalinya sendirian, kamu bisa meminta pendapat teman-teman terdekatmu atau berkonsultasi pada tenaga profesional.
Coba terapkan pola hidup yang lebih seimbang
Kadang kala, burnout dan stress kerja juga datang dari pola pikir yang cenderung negatif.
Dan, pola pikir yang cenderung negatif ini bisa jadi dipengaruhi oleh pola hidup yang kurang seimbang. Entah berkaitan dengan pola makan, pola tidur, atau hal lainnya yang mungkin sudah menjadi keseharianmu.
Untuk menghasilkan pola pikir yang lebih positif, kamu bisa mencoba memulainya dengan menerapkan pola hidup yang lebih seimbang.
Tak perlu langsung mengubah pola hidupmu secara 180 derajat. Kamu bisa memulainya dengan hal-hal kecil.
Misalnya dengan sedikit demi sedikit mengurangi jam begadang atau perlahan-perlahan mencoba menetapkan jam makan yang lebih teratur.
Memang terdengar klise, namun hal-hal semacam ini berpengaruh besar terhadap pola pikir dan caramu memandang sesuatu.
Praktikkan meditasi
Salah satu hal yang memperkeruh kondisi burnout dan stress kerja ialah ketidaktenangan diri.
Ketidaktenangan ini bisa jadi timbul karena kecemasan akan hal-hal tertentu, termasuk cemas akan lingkungan dan dunia kerja yang seakan menjadi kian buruk.
Untuk meminimalisir ketidaktenangan dan kecemasanmu, mungkin kamu bisa mencoba bermeditasi.
Meditasi lambat laun akan membantumu untuk lebih tenang dalam menghadapi rutinitasmu, termasuk pekerjaanmu.
Dengan bermeditasi, kamu setidaknya bisa belajar kembali untuk bernafas sejenak dan menghilangkan penat yang ada di dalam pikiranmu.
Terkait sampai di titik mana dampaknya, hal ini akan bergantung pada setiap individunya. Dampak dan efektivitas meditasi beragam bagi setiap orang, termasuk kamu.
Meski begitu, tidak ada salahnya untuk mencoba meditasi guna menenangkan dirimu, kan?
Sisihkan waktu untuk diri sendiri atau bersama orang yang kita anggap penting
Mungkin hal ini tidak sepenuhnya berlaku bagi setiap orang, tetapi terkadang ada orang yang membutuhkan waktu sendiri atau orang lain untuk bisa mengurangi burnout dan stress kerjanya.
Dan, mana yang dibutuhkan biasanya berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada rutinitas kita.
Misalnya, akhir-akhir ini kamu cenderung menghabiskan waktu bertemu dan berjumpa dengan banyak orang. Lompat dari satu meeting ke meeting lainnya dengan jeda waktu yang sangat minim.
Jika kamu mengalami hal tersebut, mungkin kamu membutuhkan quality time dengan dirimu sendiri. Setidaknya, kamu bisa lepas sejenak dari hiruk pikuk orang yang silih berganti ada dalam rutinitasmu yang serba padat.
Sebaliknya, jika kamu belakangan ini cenderung menghabiskan waktu sendirian, mungkin sudah waktunya kamu mencoba memberanikan diri untuk bertemu dan berkumpul dengan orang-orang yang kamu anggap penting.
Hal ini biasanya dialami oleh individu yang bekerja dari rumah (WFH) dikarenakan pandemi. Rasa jenuh berada di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan tidak terhubung secara langsung dengan makhluk sosial lainnya bisa menyebabkan rasa kesepian.
Kesepian, bagi sebagian orang, bisa menyebabkan burnout dan stress karena kebutuhan sebagai makhluk sosial kurang tercukupi.
Pikirkan ulang apa yang menjadi nilai dan prioritas di hidupmu
Dalam beberapa kasus, burnout dan stress kerja bisa timbul dari rasa frustasi atas rutinitas kerja kita sehari-hari.
Rasa frustasi sendiri bisa tumbuh subur karena berbagai hal, salah satunya karena kita gagal melihat makna dari apa yang kita perbuat sehari-hari.
Kegagalan dalam memaknai keseharian kita bisa timbul karena kita merasa tidak memiliki tujuan dan motivasi hidup yang konkrit, mendapatkan minim apresiasi, serta tidak melihat dampak nyata dari apa yang kita kerjakan, dan sebagainya.
Pun, perlu digarisbawahi, terkadang kegagalan pemaknaan ini sendiri hadir karena kita mengejar sesuatu yang kita anggap tidak sesuai dengan diri kita. Nggak aku banget kalau kata anak muda.
Jika memang penyebabnya adalah salah satu dari hal di atas, mungkin sudah waktunya kamu memikirkan kembali segala hal tentang hidupmu.
Sudah saatnya kamu berkontemplasi dan merenungkan nilai dan prioritasmu dalam hidup, serta apa yang sebenarnya ingin kamu gapai.
Jika kamu sudah menemukan jawabannya atau setidaknya sedikit titik terang, kamu bisa mulai mengambil langkah-langkah kecil yang menuntunmu mencapai tujuan itu.
Belajar untuk berdamai
Sama halnya dengan tahapan terakhir pada five stages of grief, acceptance atau penerimaan adalah langkah penting yang harus kamu tempuh untuk dapat menemukan kedamaian dalam carut marutnya kehidupan.
Berdamai dalam ini tidak hanya sekadar menerima dan berserah diri, namun memaklumi bahwa sesuatu terjadi memang sebagaimana sesuatu itu terjadi dan belajar menyikapinya dengan sikap yang lebih praktikal.
Salah satu caranya ialah dengan menerapkan salah satu prinsip filosofi Stoisisme. Kamu tidak selalu bisa mengontrol apa yang terjadi. Namun kamu selalu bisa mengontrol responmu.
Artinya, kamu harus menyadari bahwa di dunia ini ada hal yang masuk ke dalam kontrolmu, namun ada juga yang memang berada di luar kuasamu. Dan, sekeras apapun kamu mencoba, apa yang berada di luar kuasamu akan tetap berada di luar kuasamu.
Dalam konteks bekerja, mencoba mengontrol hal yang berada di luar kuasamu justru akan melahirkan kondisi burnout dan stress yang akan menyiksamu.
Karenanya, belajarlah untuk berdamai dengan keterbatasan kuasamu dan mengontrol apa yang ada dalam kuasamu secara bijak, yakni responmu dalam menyikapinya.