7 Cara Membangun Customer Experience bagi Bisnis di 2022
Date: 23 December 2021
Author: Doddy Dwi Wahyuwono
Dewasa ini, semakin banyak bisnis yang memahami pentingnya membangun customer experience (CX) yang baik.
Hal ini bukannya tak beralasan. Customer experience (CX) telah menjadi salah satu faktor dominan yang menentukan keberlangsungan bisnis. Baik dalam kompetisi industri maupun keberlangsungan relasinya dengan pelanggan.
Bahkan, digadang-gadang, tahun 2022 akan menjadi tahun di mana pengalaman menjadi faktor penentu loyalitas dan retensi pelanggan, yang mana berpengaruh pada optimasi laba dan performa serta besarnya probabilitas pelanggan bermigrasi ke layanan kompetitor.
Bisa dibayangkan betapa signifikannya sebuah pengalaman bagi keberlangsungan bisnis di tahun 2022.
Dalam menyikapi hal itu, pertanyaan yang muncul ialah bagaimana cara membangun customer experience yang baik dan efektif bagi bisnis, terlebih di tahun 2022.
Artikel ini akan mengulasnya lebih lanjut.
Cara Membangun Customer Experience bagi Bisnis
- Mengerti harga sebuah pengalaman
- Membangun mindset yang tepat
- Memahami pelanggan lebih dari mereka memahami dirinya sendiri
- Mendokumentasikan profil dan perjalanan pelanggan
- Mengoptimasi apa yang memang perlu dioptimasi
- Membuat pengalaman sebagai sesuatu yang berulang
- Menggunakan tools yang tepat
Mengenal Tantangan dan Cara Menciptakan Customer Experience Lebih Lanjut
Mengerti harga sebuah pengalaman
Sangat disayangkan, bisnis dan kita sebagai manusia umumnya baru merasakan pentingnya sesuatu setelah kita memahami berapa harga yang harus dibayarkan untuk hal itu.
Contohnya saja, perlindungan keamanan digital.
Mungkin kita merasa kita tidak mungkin menjadi korban dari kejahatan siber. Sekalipun kita menjadi korbannya, mungkin hal itu tidak akan berdampak besar karena kita merasa kita tidak memiliki data yang terlalu krusial yang disimpan dalam dunia digital.
Namun, dengan saling terintegrasinya akun kita dalam satu atau banyak layanan dan perangkat berbeda, tentunya segala bentuk informasi yang kita miliki juga tersebar kian luas.
Dan, penyalahgunaan informasi serta pencurian data bisa saja menyerang kita. Katakanlah, informasi tentang “nama ibu kandung” kita tersebar. Informasi ini bisa saja disalahgunakan untuk membobol layanan keuangan kita di bank karena “nama ibu kandung” adalah salah satu pertanyaan yang digunakan untuk verifikasi.
Setelah kita memahami hal ini, barulah kita berkenan meluangan dana dan usaha lebih untuk melindungi dan mengamankan data digital kita.
Sama halnya dengan customer experience.
Untuk mengetahui urgensi dari customer experience, bisnis harus memahami harga yang harus dibayar untuk sebuah pengalaman yang diberikan. Terlebih pengalaman yang buruk.
Mungkin kamu akan bertanya-tanya, bagaimana caranya kita menghitung sebuah pengalaman dari segi finansial?
Ada banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satu yang bisa kamu coba ialah dengan menghitung Customer Lifetime Value, yaitu nilai dari pelangganmu selama mereka menggunakan produk atau jasamu.
Membangun mindset yang tepat
Setelah kamu mengetahui harga yang harus dibayar untuk sebuah pengalaman, saatnya kamu membangun mindset yang tepat.
Dalam customer experience, ada banyak mindset yang harus ditanamkan pada berbagai lini karyawanmu.
Mindset-mindset ini salah berkaitan dan mengarah pada satu hal yang sama, yakni customer experience delivery yang lebih baik.
Dari sekian banyaknya mindset, salah satu yang harus kamu pelajari ialah customer experience merupakan tanggungjawab bersama. Tidak hanya satu atau dua divisi dalam bisnis saja.
Selain itu, mindset lainnya ialah terkait cara berpikir dan cara bekerja. Dalam dunia customer experience, salah satu hal yang berperan sangat penting ialah empati.
Adanya empati membuat bisnis dapat tidak hanya berpikir dari satu cara pandang saja. Namun bisa dari banyak cara pandang berbeda. Baik dari sisi tim atau divisi lain, maupun dari sisi pelanggan.
Pun, dengan berempati, bisnis bisa memahami kendala yang dialami pelanggan dengan lebih baik sehingga mereka bisa menghadirkan solusi yang lebih baik pula untuk mengatasi kendala tersebut.
Memahami pelanggan lebih dari mereka memahami dirinya sendiri
Bisnis yang dapat memahami pelanggan mereka lebih dari pelanggan memahami dirinya sendiri ialah bisnis yang satu langkah lebih dekat dalam menghadirkan customer experience yang terbaik.
Hal ini karena, dengan memiliki pemahaman sedalam itu, bisnis akan cenderung mampu menghasilkan solusi yang berguna, sesuai, dan diterima baik oleh para penggunanya.
Lalu apa maksudnya memahami pelanggan lebih dari mereka memahami dirinya sendiri?
Maksudnya, bisnis harus mampu mengisi jarak pengetahuan dan pengalaman pelanggan dengan sebuah solusi untuk menciptakan pemenuhan kebutuhan.
Alasannya, seringkali pelanggan tidak benar-benar tahu apa yang mereka butuhkan. Pun, terkadang, pelanggan benar-benar tidak tahu apa yang dibutuhkan. Mudahnya, pelanggan dikekang oleh pengalamannya sendiri, oleh referensinya sendiri.
Ambil contohnya di era Henry Ford.
Di era Henry Ford, hampir mayoritas pelanggan menginginkan kuda-kuda yang bisa berlari lebih cepat karena pengalaman dan referensi mereka terkait alat transportasi pada masa itu ialah kuda.
Kala itu, Henry Ford mampu mengisi jarak pengetahuan dan pengalaman pelanggan dengan sebuah solusi yang lebih baik, praktikal, dan bisa dicapai. Mengkomersilkan serta mengindustrialisasikan mobil dan otomotif.
Hal inilah yang harus dilakukan bisnis untuk menghadirkan customer experience yang lebih baik. Mereka harus bisa menerjemahkan apa yang sebenarnya ingin dicapai pelanggan dengan sebuah solusi.
Dari contoh tersebut, orang-orang ingin bepergian dengan lebih cepat. Kuda yang bisa berlari lebih cepat adalah cara mereka menyampaikan kebutuhan itu. Namun, kuda bukanlah solusi guna mengatasi permasalahan tersebut.
Mendokumentasikan profil dan perjalanan pelanggan
Customer experience adalah perjalan unik yang dialami setiap pelanggan. Sangat mungkin pengalaman dan persepsi yang dimiliki tiap pelanggan berbeda-beda antara satu dengan lainnya.
Karenanya, penting bagi bisnis untuk mengenali setiap pelanggannya, mulai dari latar belakang hingga bagaimana mereka berinteraksi dengan setiap customer experience touchpoints yang ada.
Untuk mengenali latar belakang setiap pelanggan, kamu bisa melakukan wawancara kualitatif dengan sebagian sample dari populasi klien yang kamu miliki. Lalu, kamu bisa membuat buyer persona berdasarkan kategori tertentu.
Buyer persona ialah sebuah representasi dari pelanggan bisnismu yang merangkum latar belakang mereka, mengapa mereka menggunakan bisnismu untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan berbagai hal lainnya.
Informasi yang ada pada buyer persona dapat digunakan sebagai acuan dasar membuat konten, beriklan, dan berkomunikasi dengan pelangganmu. Pun mengetahui cara untuk memenangkan mereka.
Selain buyer persona, kamu juga harus mengenali pelangganmu tiap kali mereka berinteraksi dengan bisnismu. Mudahnya, kamu bisa merekam reaksi mereka tiap kali mereka menjumpai customer experience touchpoints pada bisnismu.
Setelah itu, kamu bisa membuat peta perjalanan pelanggan (customer journey).
Agar peta yang kamu buat makin informatif dan interaktif, kamu bisa menambahkan beberapa kesan dan persepsi pelanggan dalam setiap tahapan perjalanan tersebut.
Tujuannya agar kamu bisa cepat dan lebih mudah mengetahui apa yang harus ditingkatkan dalam perjalanan customer experience ini.
Mengoptimasi apa yang memang perlu dioptimasi
Dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan, tentu selalu ada saja hal yang bisa dioptimasi oleh bisnis.
Entah dari segi produk atau layanan, pelayanan, kualitas bantuan, tambahan fitur, dan lain sebagainya.
Namun, tidak semua hal tersebut bisa dilakukan semudah membalikkan telapak tangan.
Optimasi adalah hal yang membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tinggi, bahkan untuk perusahaan dengan sumber daya yang banyak sekalipun.
Dan, melakukan optimasi ibarat menoleh. Kamu tidak akan pernah bisa menoleh ke kanan dan ke kiri dalam waktu bersamaan.
Tentu, untuk menoleh ke kanan dan ke kiri, ada opsi yang harus kamu utamakan dan ada opsi yang bisa dilakukan setelahnya.
Sama halnya dengan melakukan optimasi. Kamu harus fokus mengejar kualitas optimasi di satu hal terlebih dahulu, baru kemudian berpindah ke hal lainnya.
Untuk mengetahui mana yang didahulukan, kamu tentunya harus mengembalikan ke tujuan utama penciptaan produk atau layanan itu sendiri. Untuk digunakan. Untuk menghadirkan solusi. Untuk memenuhi kebutuhan.
Tentunya, berbicara terkait hal itu, semuanya akan dikembalikan kembali ke pelangganmu. Karenanya, penting bagi bisnis untuk mendasarkan optimasi berdasarkan pelanggan, demi tercapainya customer experience yang kian baik.
Membuat pengalaman sebagai sesuatu yang berulang
Customer experience bukanlah satu proses yang langsung selesai begitu saja. Kamu perlu, secara proaktif dan konsisten, mengelolanya.
Tujuannya untuk menciptakan retensi dan mengubah kepuasan menjadi loyalitas. Bisa juga untuk mengakuisisi pelanggan baru.
Karena customer experience itu berulang dan merupakan tanggungjawab setiap orang pada suatu bisnis, maka perlu dibuat evaluasi performa secara bertahap di setiap tim.
Hal ini agar setiap entitas yang ada pada suatu bisnis tidak hanya bergerak atas kemauannya sendiri. Yang dibutuhkan adalah setiap entitas yang bergerak dengan satu visi yang serupa, untuk kepentingan yang saling beririsan pula.
Kendati demikian, menjadikan customer experience sebagai sesuatu yang sirkular dan secara rutin mengevaluasinya adalah hal yang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan.
Dibutuhkan konsistensi dan juga orientasi yang seimbang, antara pada hasil dan juga proses. Pun, penting bagi bisnis untuk memiliki parameter yang jelas guna mengukur customer experience yang mereka hadirkan.
Menggunakan tools yang tepat
Dalam penciptaan customer experience yang baik, ada berbagai tools yang bisa digunakan. Mulai dari tools yang murah hingga yang mahal, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Namun, perlu digarisbawahi, tidak semuanya akan sesuai untukmu.
Sama halnya dengan customer experience yang bersifat unik, penggunaan tools pun demikian. Kesesuaiannya akan kembali lagi pada tingkat kebutuhan dan kemampuan dari masing-masing bisnis.
Penting bagi bisnis untuk memahami kebutuhan mereka yang harus didukung dengan software tertentu. Dan, tidak kalah pentingnya, bisnis harus memahami juga biaya yang dapat mereka alokasikan untuk software tersebut.
Kedua hal tersebut, kembali lagi, haruslah memudahkanmu dalam mengelola customer experience. Akan sangat ironis jika software yang kamu gunakan untuk menghadrikan customer experience yang baik justru memberikan experience yang buruk bagimu.
Mengenal Tantangan dan Cara Menciptakan Customer Experience Lebih Lanjut
Customer experience adalah bidang yang kompleks. Masih banyak hal yang harus kamu pahami dan jelajahi untuk benar-benar siap dalam membangun customer experience yang baik di tahun 2022.
Jika kamu ingin memahami lebih lanjut tentang customer experience, mulai dari A hingga Z, kamu bisa mempelajarinya dengan download free ebook Wappin: Tantangan Bisnis yang Menentukan Loyalitas dan Retensi Pelanggan.
Download ebook Wappin tersebut melalui bit.ly/ebook-wappin atau dengan melalui digital banner di bawah ini.